Keluarga sakinah mawaddah wa rahmah adalah
idaman seluruh keluarga muslim. Itu pula tujuan pernikahan yang
disebutkan Allah dalam Surat Ar Rum ayat 21.
Bagaimana membangun keluarga sakinah mawaddah wa rahmah? Rumus 4-Ta ini insya Allah bisa kita terapkan bersama.
1. Ta’aruf
Ta’aruf artinya adalah saling mengenal.
Untuk membangun keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, suami istri perlu
saling mengenal satu sama lain. Ta’aruf (nadhar) menjelang pernikahan
adalah bagian dari proses ini. Namun, ta’aruf itu belum cukup. Sering
kali suami istri baru dapat mengenal lebih dalam setelah sekian lama
menjalani kehidupan berkeluarga.
Ta’aruf di sini bukan hanya mengenal
bahwa istri kita berasal dari kota A, berpendidikan B, memiliki latar
belakang C. Tetapi juga sampai pada mengenal karakternya,
sifat-sifatnya, apa yang disukai dan apa yang tidak disukainya.
Dalam sesi “quis keluarga romantis” saya
menemukan, tidak semua suami mengenal istrinya dengan baik. Mulai dari
ukuran sepatu, warna baju favorit, hingga makanan favorit. Bahkan, ada
pula suami yang tidak tahu ukuran baju istrinya, meskipun pilihannya
hanya S, M, L dan XL.
Mengenal dengan baik adalah modal awal
untuk langkah berikutnya. Pernah terjadi dalam keluarga, suami
membelikan hadiah baju kepada istrinya. Niatnya baik, tetapi ukurannya
keliru, motifnya tidak disuka. Istrinya tidak mau makai dan minta baju
itu ditukar. Sang suami marah, lalu terjadilah pertengkaran. Dan
seringkali, pertengkaran dalam rumah tangga karena hal-hal kecil akibat
kurangnya ta’aruf seperti ini.
2. Tafahum
Setelah saling mengenal, maka suami
istri perlu saling memahami; tafahum. Karena ia tahu suaminya tidak suka
pedas, maka istri tidak memasakkan makanan pedas. Atau ia memasak dalam
dua versi; yang pedas untuknya, yang tidak pedas untuk suaminya. Karena
mengenal dengan baik bahwa istrinya tidak suka suami menyebut-nyebut
masa lalunya, maka suami tidak melakukannya.
Tafahum membuat kehidupan suami istri
menjadi lebih dekat dengan sakinah (ketenangan, kedamaian, kebahagiaan).
Istri yang mengenal baik suaminya, memahaminya, ia tidak menuntut
sesuatu di luar kemampuan suaminya. Ia bersyukur atas karunia Allah yang
dianugerahkan kepada mereka. Pun suami, ia memahami istrinya ia tidak
akan marah kepada istri atas kesalahan kecil yang dilakukannya,
mengingat begitu banyaknya perannya sebagai istri dan sebagai ibu.
Ada suami yang kadang tidak memahami
bahwa istrinya suatu saat juga bisa lelah karena seharian membersamai
anak-anak, belum ditambah aktif dalam dakwah, lalu memaksa istri untuk
masak. Suami tidak mau makan kecuali masakan istri. Ini sungguh
memberatkan. Padahal kalau satu dua kali tidak masak dan makan di luar
atau beli makanan sebenarnya tidak masalah.
3. Ta’awun
Untuk mewujudkan keluarga sakinah
mawaddah wa rahmah, ta’awun adalah keniscayaan. Suami istri harus saling
menolong. Saling menolong agar semakin kokoh dalam kebaikan, semakin
kokoh dalam ketaatan. Jika suami belum bangun di akhir malam, istri yang
membangunkannya. Jika istri suka marah, suami yang mengingatkannya.
Dalam pekerjaan sehari-hari, ta’awun
juga mutlak diperlukan. Sebuah keluarga yang tidak memiliki khadimat
(pembantu), suami istri perlu berbagi tugas. Mungkin istri yang menyapu,
suami yang mengepel. Istri yang memasak, suami yang memandikan anak.
Dan seterusnya.
Dengan ta’awun, suami istri laksana
burung yang terbang dengan dua sayap. Ke manapun mereka bisa. Setinggi
apa pun mereka mampu, insya Allah. Maka kita lihat betapa banyak
keluarga yang bertumbuh pesat baik dalam cinta, finansial, dan
pendidikan karena suami istri mengedepankan ta’awun dalam rumah tangga.
4. Takaful
Takaful (saling menanggung beban) adalah
rumus berikutnya untuk membangun sakinah mawaddah wa rahmah. Kita
sadar, setiap keluarga pasti memiliki tantangan dan memiliki beban.
Beban itu berat jika dipikul sendiri, tetapi terasa ringan jika dipikul
bersama.
Implementasi takaful dalam kehidupan suami istri diawali dengan keterbukaan untuk menyampaikan persoalan. Istri sharing,
suami mendengarkan. Suami menceritakan masalah yang dihadapinya, istri
menyimaknya. Lalu mereka saling memberikan penguatan, memotivasi, dan
mengambil tindakan untuk meringankan beban kekasihnya sekaligus
mendoakannya. Ungkapan khas dari takaful adalah “Sayang, apa yang perlu
aku lakukan untuk meringankan masalah ini.” Jadi fokusnya adalah solusi,
bukan masalah. Apapun masalah yang dihadapi, yakin ada solusi. Sebesar
apapun masalah datang, yakin ada pertolongan Allah yang Maha Besar.
Wallahu a’lam bish shawab.
0 comments:
Post a Comment